Desa Cinnongtabi dulunya adalah sebuah kerajaan yang dikenal dengan nama Kerajaan Cinnongtabi. Menurut lontara Wajo, kerajaan ini didirikan oleh La Paukke, putra dari Datu Cina yang kemudian mengganti namanya menjadi Pammana. Setelah wilayah Boli mengalami kerusakan, La Paukke bersama pengikutnya pindah ke sebuah daerah yang dinamakan Cinnotta' Bangka, yang kemudian dikenal sebagai Cinnongtabi. Di daerah ini, mereka membuka sawah, ladang, menangkap ikan, dan berburu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Seiring berjalannya waktu, daerah Cinnongtabi berkembang menjadi daerah yang ramai dan makmur. Melihat kemakmuran ini, rakyat Cinnongtabi mengangkat La Paukke sebagai raja pertama mereka, dengan gelar Arung Cinnongtabi I. Berikut adalah daftar raja-raja yang memerintah Kerajaan Cinnongtabi:
- Arung Cinnongtabi I: La Paukke
- Arung Cinnongtabi II: We Panangngareng
- Arung Cinnongtabi III: We Tenrisui
- Arung Cinnongtabi IV: La Patiroi
- Arung Cinnongtabi V: La Tenribali dan La Tenritippe
Pada masa pemerintahan Arung Cinnongtabi V, terjadi dualisme kepemimpinan di mana dua raja memerintah secara bersamaan. Namun, ketidakselarasan antara kedua raja ini menyebabkan krisis yang tidak dapat diatasi, sehingga Kerajaan Cinnongtabi mengalami keruntuhan. Setelah kerajaan ini bubar, sisa-sisa pejabat kerajaan dan rakyatnya berkumpul dan bermusyawarah di bawah pohon bajo. Mereka memilih La Tenribali sebagai raja baru mereka dan mendirikan kerajaan baru yang dikenal sebagai Kerajaan Wajo, dengan La Tenribali sebagai Batara Wajo I. Dengan demikian, Desa Cinnongtabi menyimpan sejarah panjang yang merupakan cikal bakal terbentuknya Kerajaan Wajo yang terkenal dalam sejarah Sulawesi Selatan.